Blogroll

Sabtu, 31 Mei 2014

Kiat Bahagia #1: Beriman dan Beramal Shalih dengan Sebenarnya


Sarana yang paling agung yang merupakan sarana pokok dan dasar bagi tergapainya hidup bahagia ialah : beriman dan beramal shalih. Allah عزّوجلّ berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih1, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami karuniakan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka lakukan." [QS. An-Nahl: 97]
Kepada orang yang memadukan antara iman dan amal shalih, Allah Taala memberitahukan dan menjanjikan kehidupan yang baik di dunia dan pahala yang baik di dunia dan akhirat.
Sebabnya jelas. Karena, orang-orang yang beriman kepada Allah عزّوجلّ dengan iman yang benar lagi membuahkan amal shalih yang mampu memperbaiki hati, akhlak, urusan duniawi dan ukhrawi, mereka memiliki prinsip-prinsip mendasar dalam menyambut datangnya kesenangan dan kegembiraan, ataupun datangnya keguncangan, kegundahan dan kesedihan.
Mereka menyambut segala hal yang menyenangkan dan menggembirakan dengan menerima, mensyukurinya dan mempergunakannya untuk seeuatu yang bermanfaat. Jika mereka menggunakannya demikian, maka niscaya hal itu akan melahirkan nilai-nilai agung di balik kegembiraan karenanya, pendambaan kelanggengan dan keberkahannya, dan keberharapan pahala seperti pahala yang diperoleh para hamba yang bersyukur. Nilai-nilai itu, dengan setumpuk buah dan keberkahannya, justru mengungguli wujud kegembiraan-kegembiraan itu, yang itupun bagian dari buahnya.
Mereka hadapi cobaan, mara bahaya, kegundahan dan kesedihan dengan melawan apa yang mungkin dilawannya, menepis sedikit apa yang mungkin ditepis, dan bersabar terhadap apa yang harus terjadi tidak boleh tidak. Dengan demikian, dibalik cobaan cobaan itu lahirlah nilai-nilai agung berupa sikap melawan yang penuh arti, pengalaman dan kekuatan serta kesabaran dan ketulusan untuk hanya berharap pahala Ilahi. Dengan meletakkannya nilai-nilai agung itu di hati, kecillah di mata mereka aneka cobaan berat. Sedangkan yang bersemayam di hati justeru kesenangan, cita-cita mulia dan dambaan untuk menggapai karunia dan pahala dari Allah عزّوجلّ.
Dalam hadits shahih, Rasulullah صلي الله عليه وسلم menggambarkan ini, beliau bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ
“Sungguh mengagumkan perihal mumin. Semua hal yang dialaminya adalah baik. Jika ia mendapat hal yang menyenangkan, ia bersyukur. Maka hal itu menjadi suatu kebaikan baginya. Jika ia tertimpa hal yang menyakitkan, ia bersabar. Maka hal itu menjadi suatu kebaikan baginya. Sifat itu tidak dimiliki siapapun kecuali oleh seorang mumin”2
Rasulullah menerangkan bahwa keberuntungan, nilai kebaikan dan buah prilaku mumin berlipat ganda pada saat mengalami kesenangan ataupun cobaan. Oleh sebab itu, bisa jadi anda jumpai dua orang yang sama-sama mengalami ujian berupa keberuntungan dan bencana. Namun, antara satu dan yang lain berbeda jauh dalam menghadapi ujian itu, sesuai dengan kadar iman dan amal shalih yang ada pada diri masing-masing.
Orang yang beriman dan melakukan amal shalih menghadapi keberuntungan dengan rasa syukur dan sikap prilaku yang membuktikan kesungguhan syukur itu, dan menghadapi bencana dengan bersabar dan bersikap prilaku yang membuktikan kesungguhan kesabaran itu. Dengan demikian, hal itu dapat membuahkan di hatinya kesenangan kegembiraan dan hilangnya kegundahan, kesedihan, kegelisahan, kesempitan dada dan kesengsaraan hidup. Selanjutnya, kehidupan bahagia akan benar-benar menjadi realita baginya di dunia ini.
Sedangkan yang lain menghadapi kesenangan hidup dengan kcongkakan, kesombongan dan sikap melampui batas. Lalu, melencenglah moralnya. Ia menyambut kesenangan hidup seperti halnya binatang yang menyambut kesenangan dengan serakah dan rakus. Seiring itu, hatinya tidak tenteram. Bahkan, hatinya bercerai berai oleh berbagai hal. Hatinya bercerai-berai oleh kekhawatirannya terhadap sirnanya segala kesenangan dan banyaknya benturan-benturan yang pada umumnya, muncul sebagai dampaknya. Harinya bercerai berai tak menentu, karena memang hasrat jiwa tidak mau berhenti pada suatu batas. Bahkan, terus gandrung kepada keinginan-keinginan lain, yang kadangkala dapat terwujud dan kadangkala tidak dapat terwujud.
Andaikan di bayangkan dapat terwujud, ia pun tetap gelisah oleh hal-hal tadi. Ia pun menyambut cobaan yang sulit dengan rasa gelisah, keluh kesah, khawatir dan gusar. Tidak usah anda bertanya tentang dampak buruk dari itu semua, yang berupa kesengsaraan hidup, teridapnya penyakit jiwa maupun syaraf dan rasa kekhawatiran bercampur ketakutan yang bisa jadi, pada gilirannya akan menyeret ke kondisi yang paling buruk dan malapetaka yang paling mengerikan. Karena ia tidak mempunyai harapan pada pahala Ilahi dan tidak memiliki kesabaran yang mampu melipur hatinya dan meringankan beban yang dirasakannya.
Semua itu dapat dilihat melalui pengalaman.
Satu gambaran : Jika anda mengamati dan menilai keadaan orang pada umumnya dengan barometer iman dan amal shaleh, maka anda akan melihat perbedaan jauh antara orang mumin yang berbuat sesuai tuntunan imannya dan yang tidak demikian. Hal itu karena Islam sangat menganjurkan qanaah (menerima dengan penuh kerelaan) terhadap rezki dari Allah dan terhadap ragam karunia dan kemurahanNya yang diberikanNya kepada para hambaNya.
Orang mumin jika diuji dengan datangnya penyakit atau kefakiran atau semacamnya yang setiap orang bisa menjadi sasaran cobaan itu-, maka dengan iman dan jiwa qanaah serta ridha terhadap apa yang diberikan Allah عزّوجلّ kepadanya, anda dapati ia berhati sejuk dan bermata ceria, tidak menuntut sesuatu yang tidak ditakdirkan untuknya. Di segi materi, ia memandang kepada yang lebih rendah, tidak memandang kepada yang lebih atas. Bisa jadi, kegembiraan, kesenangan dan ketentraman batinnya melebihi orang yang meraih semua keinginan duniawi, jika orang itu tidak dikarunianya jiwa qanaah.
Kemudian, anda dapati orang yang tidak berbuat sesuai dengan tuntunan iman, jik ia diuji dengan sedikit kefakiran saja, atau tidak diperolehnya keinginan-keinginan duniawinya, maka anda dapati ia sangat hancur dan sengsara.
Gambaran lain : Jika terjadi pada seseorang hal-hal yang menakutkan dan ia tertimpa malapetaka dan bencana, maka orang yang benar imannya akan anda dapati ia berhati teguh, berjiwa tenteram lagi tegar menangani dan menyetir sesuatu yang menimpanya dengan pikiran, ucapan dan tindakan yang dimampuinya. Ia kukuhkan jiwanya untuk menghadapi bencana yang menimpa itu. Sikap semacam ini adalah sikap yang menentramkan dan mengukukuhkan hati seseorang.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki iman, jika terjadi peristiwa-peristiwa yang menakutkan, anda dapati ia guncang hatinya dalam menghadapinya, syaraf-syaraf tegang, dan pikirannya tercerai-berai. Rasa kekhawatiran dan ketakutan merasuk jiwanya. Rasa ketakutan dari ancaman luar dan seribu gejolak di dalam telah tertumpuk menyatu dalam dirinya, yang tidak mungkin digambarkan. Manusia semacam ini, jika tidak memiliki beberapa sarana terapi alami yang hal itu membutuhkan latihan banyak, maka ketahanan dirinya akan luluh dan syaraf-syarafnya pun akan tegang. Itu semua karena ia tidak memiliki iman yang dapat membawanya untuk bersabar, terutama dalam situasi sulit dan kondisi yang menyedihkan lagi mengguncang.
Orang baik dan orang jahat, orang mumin dan orang kafir adalah sama di sisi keberanian yang diperoleh melalui upaya atau latihan dan sisi naluri (insting) yang berfungsi melipur dan menurunkan volume rasa takut. Akan tetapi, orang mumin, dengan kekuatan imannya, kesabarannya, kepasrahan dan kebersandarannya kepada Allah serta keberharapannya pada pahalaNya, ia unggul dengan memiliki nilai-nilai lebih yang meningkatkan keberaniannya, meringankan tekanan rasa takutnya dan membuatnya memandang kecil segala kesulitan yang dihadapinya Allah عزّوجلّ berfirman.
إِن تَكُونُواْ تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللّهِ مَا لاَ يَرْجُونَ
“Jika kamu menderita kesakitan, sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula) sebagaimana apa yang kamu derita. Sedangkan kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan”3 [QS. An-Nisaa: 104]
Para mummin di anugrahi maunah (pertolongan), maiyyah (rasa Kebersamaan) dan madad (bantuan) Allah عزّوجلّ yang khusus, yang dapat menyirnakan segala ketakutan.
Allah Taala berfirman.
وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama4 orang-orang yang bersabar” [QS. Al-Anfal: 46]

Disadur dari Buku 23 Kiat Hidup Bahagia 
Karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dy -Rahimahullah-

Muslim Gaul, "Jadi Muslim Harus gaul"


Manusia diciptakan oleh Allah ta’ala berdampingngan satu dengan yang lainnya, saling bertetangga, dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalani hal ini, dibutuhkan suatu pemahaman yang baik agar kita mampu menjalani kehidupan tersebut dengan penuh hikmah. Islam, sekali lagi ada untuk memberikan solusi nyata dalam setiap tantangan hidup yang kita jalani. Islam dengan dua ikonnya, Al Quran dan Assunnah, telah memberikan penjelasan dan petunjuk yang sangat begitu gamblang dan menyeluruh perihal kehidupan manusia, termasuk didalamnya pembahasan tentang bagaimana berinteraksi dan bergaul dengan sesama manusia, lebih terkhusus dengan sesama muslim.

Akhlaq yang Baik
Modal utama yang harus kita miliki untuk menjadi muslim yang mampu bergaul dengan  hikmah adalah memiliki akhlaq yang baik. Karena akhlaq yang baik akan membuahkan sebuah  persatuan dan persaudaraan yang kokoh, sedangkan akhlaq yang buruk merupakan sumber perpecahan. Ketika kita mampu memiliki dan menerapkan akhlaq yang baik dalam bergaul, maka kecintaan Allah akan kita dapatkan, sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi, bahwa Allah berfirman,
“Kecintaan-Ku wajib bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku, kecintaan-Ku wajib bagi orang-orang yang saling membenci karena Aku, dan kecintaan-Ku wajib bagi orang-orang yang saling berkunjung karena Aku.” (HR. Al-Hakim)



Diantara keutamaan berakhlaq baik lainnya juga disabdakan oleh Rasulullah,
Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan mukmin pada Hari Kiamat selain dari akhlaq yang baik” (HR. Bukhari)

Adab Muslim Gaul
Berikut ini, beberapa hal yang menjadi panduan bagi kita untuk menjadi muslim gaul sesuai dengan syariat:
-Berwajah manis
 ‘Jangan sekali kati kamu menghinakan sesuatu yang baik dan kalaulah kamu bertemu saudaramu hendaklah dengan muka yang manis.’
(HR. Muslim)
-Mengucapkan Salam
 ‘Bahwa seorang lelaki telah bertanya kepada Rasulullah, “sesuatu hal apa yang baik dalam Islam?” Jawab Rasulullah, “Kamu memberi makan kepada orang yang memerlukannya dan mengucapkan salam keorang yang kamu kenal dan yang tidak kenal’ (HR. Bukhari Dan Muslim)
-Berjabat tangan (Mahram)
‘Sesungguhnya seorang muslim itu apabila bertemu saudaranya lalu bersalaman oleh kedua duanya, maka gugurlah dosa mereka sepertimana berguguran daun dari pokok yang kering ditiup angin kencang, melainkan kedua duanya diampunkan
segala dosa mercka walaupun banyak seperti buih di lautan.’(HR. Thabrani)

-Saling Menyayangi
‘Seseorang itu tidak beriman sehinggalah dia mengasihi terhadap saudaranya
sepertimana dia kasih terhadap dirinya sendiri’.(HR. Bukhari dan Muslim)
-Menepati Janji
‘Tanda orang munafik itu ada tiga perkara apabila bercakap dia berbohong, apabila berjanji dia mungkiri janji dan apabila dia diamanahkan dia
mengkhianati’. (HR. Bukhari Muslim)
-Tolong Menolong
‘Tolong-menolonglah kamu dalam perkara kebaikan dan ketaqwaan, dan jangan sekali kaii kamu memberi pertolongan di atas perkara kejahatan dosa yang membawa kepada perseteruan, dan takut olehmu akan Allah. Sesungguhnya Allah akan mengenakan seksaan yang amat dasyat.’ (QS. 5:2)
-Menahan Marah
Dan orang-orang yang sabar menahan diri dari marah serta orang yang memberi kemaafan terhadap orang lain. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang suka membuat kebaikan.’ (QS 3:134).
Sekaranglah saatnya, kita tumbuh suburkan ukhuwah (persaudaraan) antara sesama muslim, dengan bergaul sesuai tuntunan Al Quran dan Assunnah.
(By: Abu Yusuf)